Minggu, 01 Oktober 2017

STMIK-PENTINGNYA AKUNTANSI PUBLIK UNTUK PEMDA



PENAMPILANNYA sederhana, gaya bicaranya selalu memiliki muatan ilmu pengetahuan, tetapi tidak menggurui. Itulah sosok yang concern di dunia pendidikan. Adalah Fauzi, doktor lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam bidang ilmu akuntansi sektor publik, yang baru saja menyelesaikan doktornya pada 9 Mei 2016.
Fauzi yang merupakan anak dari Pasangan Helmi Hafia (polisi) & Nuryani ini memiliki cita-cita menjadi guru besar. Menurut dia, dengan mengambil bidang ilmu akuntansi sektor publik, berharap bisa memberi manfaat kepada pemerintah daerah, khususnya dalam pelaporan anggaran pemerintah.
Ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (17/5), Fauzi menjelaskan ilmu akuntansi sektor publik adalah ilmu yang mempelajari perilaku dalam hal ini pemda. Fauzi, yang saat ini menjabat Kepala Dispenda Pringsewu, berharap keilmuannya bisa memberi manfaat. Akuntansi sektor publik merupakan bidang ilmu yang dalam pembelajarannya mencoba untuk mengetahui perilaku orang atau publik, dalam hal ini pemda.
 
 Dia menjelaskan secara nasional, kelemahan untuk pertanggungjawaban pengelola keuangan adalah minimnya SDM yang membidangi ilmu akuntansi, baik akuntansi umum maupun akuntansi publik. “Inilah kendala besar kita saat ini,” kata pria kelahiran 1970 ini.
Masih kurangnya SDM dalam bidang akuntansi publik harus menjadi perhatian pemerintah. “Coba berapa kali penerimaan PNS, tetapi tamatan akuntansi yang diterima atau yang dibutuhkan di setiap pemda masih sedikit, padahal sangat dibutuhkan,” ujar dia.


Ada perbedaan antara akuntansi umum dengan akuntansi sektor publik, akuntansi umum selalu berbicara untung rugi, tetapi akuntansi publik lebih mengedepankan pelayanan ketimbang urusan untung rugi. Dalam akuntansi sektor publik tentu memiliki pedoman dan standar yang jelas.
Menurut dia, ada mental tersendiri pada orang yang belajar di akuntansi sektor umum dan akuntansi sektor publik. Di akuntansi umum ada istilah laba rugi, tetapi di akuntansi publik tidak terdapat perhitungan laba rugi karena tujuannya pelayanan.
Apalagi sekarang ada perubahan metode pengelolaan keuangan secara accrual basis dari cash basic, itu menuntut SDM yang mengerti tentang sistem tersebut. Fauzi menyarankan perlu ada pelatihari-pelatihan tentang akuntansi sektor publik. “Kami beharap ada pelatihan level teknis di pemda,” katanya.
Bahkan ke depan diperlukan sistem akuntansi ini di level desa supaya pertanggungjawaban pengelolaan dana desa bisa berjalan dengan baik dan benar. Sebab, akuntansi yang akan diterapkan di desa adalah akuntansi sektor publik. Poinnya adalah bagaimana pertanggungjawaban pengelolaan keuangan.
“Contohnya, bagaimana kita bisa membuat neraca sesuai dengan ilmu akuntansi. SPj saja tidak cukup, tetapi kita butuh ilmu akuntansi sektor publik, apalagi pengelolaan dana desa yang sasarannya untuk pelayanan. Itulah yang harus dilakukan guna menyempurnakan pertanggungjawaban, termasuk bagaimana bisa memerinci aset desa.”
Mengenai hari kebangkitan nasional yang jatuh pada 20 Mei 2016, menurut dia hal ini sesungguhnya hanyalah simbol semata. Namun, yang terpenting adalah bagaimana memaknai Hari Kebangkitan Nasional dengan berbuat kebaikan, baik di bidang pendidikan atau agama. “Terpenting adalah bagaimana kita bisa menunjukkan eksistensi di manapun kita berada,” ujarnya.
Hafiz Alquran dan Sarjana
Niat tulus dan ikhlas ditunjukkan Fauzi yang juga ketua LP Ma’arif NU Provinsi Lampung, yang juga pemilik STMIK dan STIT Pringsewu. Berawal dari kegelisahannya terhadap fenomena gersangnya akhlak dan ilmu agama para mahasiswa di zaman sekarang, ia merintis sebuah pondok pesantren bagi para mahasiswanya.
Awalnya, alumnus S-3 UGM ini, sudah secara rutin membantu mahasiswanya dalam bentuk pendidikan secara gratis. Seiring berjalannya waktu ia menilai bahwa hasil perubahan yang didapat kurang maksimal. Sehingga, ia pun mengubah metode penyaluran beasiswa dengan cara mengasramakan para penerima beasiswa tersebut.
Setelah mendirikan asrama, ia pun berinisiatif untuk merintisnya menjadi sebuah pondok pesantren yang diberi nama Baitul Quran. “Dalam mengelolanya ia mempercayakannya kepada saya,” demikian dikatakan Ustaz Abdul Hamid A1 Hafidz, yang juga pengurus Jamiyyatul Qurro wal Huffad NU Pringsewu, saat menceritakan pesantren yang diasuhnya.
Abdul Hamid menambahkan Pesantren Baitul Quran memiliki konsep beasiswa bagi anak yatim piatu yang memiliki keinginan menghafal Alquran. “Selain para santri menghafal Alquran dan belajar ilmu agama, mereka juga mendapat perkuliahan yang nantinya menjadikan mereka para sarjana yang hafiz Alquran,” kata dia.
Terpenting adalah bagaimana kita bisa menunjukan eksistensi dimanapun kita berada.
Sumber : Lampung Post, 20 Mei 2016

0 komentar:

Posting Komentar